Kerajaan bisnis Grup Bakrie tengah banyak kehilangan aset-aset unggulannya. Bisnis keluarga Bakrie sudah menggurita hampir di semua sektor. Begitu pula dengan persoalan utang yang juga sudah menggurita di semua lini bisnisnya.

Kebiasaan perusahaan Bakrie gali lubang tutup lubang untuk mempertahankan bisnisnya, akhirnya memaksa perusahaan melepas dan menjual aset-asetnya. Semisal penjualan aset di Kawasan bisnis kerajaan Bakrie di Rasuna Said yang mulai dijual sejak Juli 2011. PT Bakrie Swasakti Utama (BSU), anak usaha Bakrieland, menjual tanah seluas 3 hektar (ha) di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta. Penjualan dilakukan ke anak usaha Grup Tiara Marga Trakindo (TMT) yakni PT Triyasa Propertindo (Triyasa).
Proses penjualan ini dilakukan 27 Juli 2011 dengan total luas 30.000 meter persegi (m2) dengan total investasi sebesar Rp 1,8 triliun. Bakrieland kembali menjual lahannya kepada pengembang properti, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) pada semester satu tahun lalu, dengan mengakuisisi lahan seluas 5 hektar (ha) di kawasan Epicentrum kembali. Nilai investasi aksi ini ditaksir mencapai Rp 8 juta per meter persegi atau mencapai Rp 400 miliar.

Pengamat Ekonomi, Aviliani memandang, kondisi yang dialami Grup Bakrie masih dianggap wajar. "Wajar menjual (aset) untuk memenuhi utang, yang penting tidak default, kalau terjadi default akan ada masalah dengan perusahaan lain juga," jelas Aviliani kepada merdeka.com usai seminar 'Kiat Pendanaan KPR Saat Bunga Tinggi' di Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (12/2).
Namun, dia punya saran agar Grup Bakrie tidak terus bergulat dengan persoalan utang. Sekretaris KEN ini menyarankan agar Bakrie memilih dan fokus pada core bisnis tertentu.

"Kondisi tertentu mereka harus memilih core bisnis, justru eranya kembali ke core bisnis, lebih fokus, kalau itu seperti kepercayaan investor masuk sudah tahu berapa potensi aset grup," ujarnya.
Dalam pandangannya, dengan fokus pada salah satu bisnisnya, Bakrie secara perlahan bisa menyelesaikan utangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar