Selasa, 18 Februari 2014

3 Ulah Australia yang Melecehkan Indonesia

Australia. Negara itu seakan menjadi musuh dalam selimut buat Indonesia. Sikap negeri kanguru itu belakangan seolah mengajak Indonesia memancing amarah dan selalu bertengkar. Hampir saban pekan ada saja ulah mereka yang memancing tanggapan sinis dari masyarakat Indonesia.

Sebenarnya jalinan pertemanan Indonesia-Australia tidak buruk-buruk amat. Contohnya pada masa awal kemerdekaan Indonesia sekitar 1945 sampai 1947. Saat itu Australia adalah salah satu penyokong Indonesia. Mereka yang memaksa pemerintahan Hindia Belanda yang dalam pengasingan membebaskan seluruh tahanan yang dibawa dari Penjara Boven Digul di Papua. 


Para bule imigran di Benua Australia itu juga yang sukarela menyisihkan sebagian harta mereka buat perjuangan kaum pergerakan Indonesia. Alasan lain, Australia harus mencari kawan sebanyak mungkin di wilayah Asia-Pasifik lantaran dia adalah satu-satunya negara mayoritas imigran di daerah itu. Jika tak pandai bergaul, bisa-bisa dia terkucil dan tak bisa bersaing secara politik atau ekonomi. Maka dari itu mereka mau membantu dengan imbal balik bisa berdagang.

Kebanyakan dari mereka yang ringan tangan membantu adalah kaum buruh dan sosial-demokrat Australia. Kadang mereka tak sungkan berbagi makanan. Mereka sempat mogok kerja bersama dan memblokade pelabuhan dan lapangan terbang atas nama solidaritas kaum tertindas. Sebagian orang Indonesia malah jatuh hati dengan perempuan Australia dan memilih menetap di benua itu meski ditawari pulang. Masih banyak lagi jejak persahabatan Indonesia-Australia terukir di sana.

Kendati demikian, saat itu memang ada juga yang menentang perjuangan itu. Utamanya kaum liberal yang merapat kepada Blok Eropa. Maka dari itu, pasang surut hubungan Indonesia-Australia dipengaruhi oleh haluan politik. Ada ungkapan, hubungan kedua negara itu ibarat tokoh kartun Tom dan Jerry.


1. NSA bantu Australia intai Indonesia


Badan Keamanan Nasional (National Security Agency) milik pemerintah Amerika Serikat diketahui terlibat dalam praktik mata-mata terhadap sebuah firma hukum Amerika, Mayer Brown, ketika mewakili pemerintah Indonesia terkait perselisihan perdagangan dengan Negeri Abang Sam itu. Ini seperti dilaporkan koran The New York Times dalam sebuah artikel diunggah di situsnya kemarin, berdasarkan dokumen rahasia diperoleh mantan sistem analis NSA, Edward Snowden.

Dokumen tertanggal Februari 2013 itu menunjukkan pemerintah Indonesia telah menyewa firma hukum Mayer Brown buat membantu menengahi sengketa perdagangan, seperti dilansir situs cbc.ca, Ahad (16/2).

Dokumen itu adalah buletin bulanan dari kantor penghubung NSA di Ibu Kota Canberra, Australia. Rekan NSA dari Negeri Kangguru itu, Direktorat Sinyal Australia (ASD), telah memberitahu NSA pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap pembicaraan itu, termasuk komunikasi antara pejabat Indonesia dan perusahaan hukum Amerika, dan menawarkan untuk berbagi informasi. Petugas dari kantor penghubung tadi kemudian meminta kantor penasihat umum NSA, atas nama Australia, untuk petunjuk tentang mata-mata. Buletin itu hanya mencatat bahwa kantor penasihat menyediakan panduan yang jelas dan bahwa badan mata-mata Australia telah mampu melanjutkan untuk menyadap pembicaraan, dan menyediakan intelijen sangat berguna untuk Amerika, menurut cerita dari the New York Post.

Namun, NSA dan pemerintah Australia menolak untuk menjawab pertanyaan tentang pengawasan itu, seperti dikutip the New York Times. Dalam pernyataan kepada the Times dan the Associated Press, NSA mengatakan pihaknya tidak meminta mitra asing mereka untuk melakukan aktivitas intelijen di mana pemerintah Amerika secara hukum dilarang melakukannya sendiri.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kesal setelah terbongkarnya aksi penyadapan dilakukan intelijen Australia secara berulang kali itu. "Australia intinya harus ambil keputusan. Indonesia dianggap sebagai sahabat atau musuh?" ujar Marty kemarin.

Marty mengungkapkan jika Australia ingin tahu soal kasus negosiasi perdagangan udang Indonesia ke Amerika pada tahun lalu maka dia akan dengan senang hati memberikan penjelasan lengkap dengan dokumen-dokumen tanpa harus disadap.

"Tidak perlu harus menyadap dengan cara-cara seperti itu," tegas Marty.

Lembaga intelijen dan aparat Indonesia, kata Marty, sudah melakukan pencegahan penyadapan tapi teknologi memang terus berkembang. Dengan adanya kejadian ini maka menurut Marty hubungan kedua negara kembali terganggu.

"Ini sangat memprihatinkan. Apalagi bagi masyarakat Indonesia, hubungan antara warga Indonesia dan Australia akan semakin sulit," kata Marty.


2. AL Autralia halau kapal imigran gelap, Indonesia berang


Angkatan Laut Australia menghalau imigran gelap asal Timur Tengah yang hendak masuk ke perairan benua tersebut, dan mendorong mereka kembali ke wilayah perairan Indonesia, Senin (7/1). Tetapi, akibat aksi itu, kapal tentara negeri kanguru itu juga ikut-ikutan melanggar batas wilayah.

Sebanyak 45 imigran gelap asal Timur Tengah itu akhirnya terdampar di wilayah perairan Indonesia di sekitar Laut Timor, kemudian diamankan oleh Polres Rote Ndao.

Sebelum didorong kembali ke perairan Indonesia di sekitar Laut Timor yang tak jauh dari Pulau Rote, kata Hidayat, para imigran tersebut sudah diberikan sejumlah fasilitas pelampung dan alat komunikasi dan nakhoda kapal oleh AL Australia.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengecam sekaligus menentang keras atas kebijakan Australia mendorong balik perahu (role back a boat) berisi imigran gelap. Sebab, hal itu benar-benar melanggar prinsip kemanusiaan yang ditetapkan PBB.

"Kita menentang kebijakan role back a boat atau mendorong kapal balik, kebijakan melanggar hukum dan prinsip kemanusiaan, melanggar berbagai konvensi," tegas Marty.

Sementara itu, Menteri Imigrasi Australia Scott Morrison mengatakan Australia sangat menyesali peristiwa itu, dan menjelaskan bahwa menteri luar negeri Australia akan menawarkan sebuah permintaan maaf tanpa syarat. Morrison mengatakan Menteri Luar Negeri Australia Julie Isabel Bishop telah mencoba tapi gagal untuk menghubungi mitranya Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa pada Kamis malam untuk meminta maaf.


3. Australia bakal usir pencari suaka doyan meludah


Perdana menteri Australia Tony Abbot menyusun rancangan aturan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari bagi para pencari suaka di Negeri Kanguru itu. Mereka yang ingin mendapat suaka harus menandatangani aturan itu.

Langkah dia menuai kontroversi karena dianggap menyalahgunakan kekuasaan dan bisa mengancam para pencari suaka, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Jumat (31/1). Dalam rancangan aturan itu dia menyatakan akan mengusir para pencari suaka yang berperilaku menjengkelkan seperti meludah atau mengumpat di depan umum.

Jumlah para pencari suaka asal Iran, Afganistan, Myanmar, dan beberapa negara lain ke Australia meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Rancangan aturan Tony Abbot itu bocor ke Pusat Sumber Para Pencari Suaka. Dalam aturan itu terdapat larangan bagi 'orang menjengkelkan', 'para pengganggu', 'perusak properti','suka meludah atau mengumpat di depan publik', dan sejumlah perilaku lain dianggap menyerang warga lain.

'Menyebarkan gosip di tempat kerja' dan 'mengusir seseorang dari sebuah kelompok dengan sengaja' juga dilarang. Pusat Sumber Para Pencari suaka mengatakan hukuman bagi para penari suaka yang melanggar bisa bervariasi.

"Bisa berupa peringatan awal, dikurangi tunjangan Palang Merah, atau distop selamanya, ditahan, atau diusir ke Pulau Nauru dan Manus."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar