Minggu, 23 Maret 2014

Kisah Miris Satinah, TKW Yang Akan Dihukum Mati di Arab

Membicarakan mengenai sosok Pahlawan Devisa alias para Tenaga Kerja Indonesia kerap kali diliputi pada kisah miris. Jika kamu pernah menonton film MINGGU PAGI DI VICTORIA PARK, mungkin kamu bisa melihat kehidupan para TKW dari sisi yang berbeda. Namun apa yang terjadi pada TKW yang satu ini sungguhlah miris dan membuat sedih.


Dia adalah Satinah binti Jumadi yang berasal dari Jawa Tengah. Berbeda dengan para TKW yang bertahun-tahun bekerja di Arab dan menunggu pulang kampung membuka usaha, Satinah harus menghitung hari kapan dia di-eksekusi. Ya, pengadilan Buraidah, Arab Saudi menetapkan Satinah bersalah karena membunuh majikan perempuannya Nura Al Gharib, mengapa begitu? Dilansir berbagai sumber, inilah kisah miris Satinah.


1. Awal Kasus Bermula


klik77.com - Kasus Satinah binti Djumadi sendiri sudah ramai diperbincangkan semenjak beberapa tahun silam. Semua dimulai ketika TKW asal kabupaten Ungaran itu melakukan pembunuhan pada awal Juni 2009. Satinah membunuh majikan perempuannya, Nura al Gharib yang dipicu lantaran dia sering dianiaya dan diperlakukan tidak senonoh oleh majikan dan keluarganya.

Saat pembunuhan itu terjadi, Satinah dan Nura sedang berada di dapur. Menurut penuturan Satinah, Nura menganiaya dirinya dengan cara mencoba membeturkan ke tembok dan Satinah berusaha menyelamatkan diri dengan memukulkan adonan roti ke tengkuk Nura yang langsung tak sadarkan diri.


2. Dihukum di Negeri Orang


klik77.com - Satinah pun mengakui perbuatannya dengan cara menyerahkan diri. Meskipun begitu, Satinah dianggap mencuri uang majikannya sebesar SAR 37.970 atau sekitar Rp 115,6 jutaan. Saat di penjara, korban rupanya koma dan kemudian meninggal. 3 tahun awal di penjara, 5 kali persidangan Satinah kurang mendapat perhatian dari staff KBRI di Arab Saudi.

Dia telah dipenjara di kota Gaseem semenjak tahun 2009, melalui vonis pengadilan Syariah tingkat pertama hingga Kasasi di tahun 2010, Satinah diganjar hukuman mati (Qishash) karena terbukti melakukan pembunuhan berencana. Satinah seharusnya divonis bulan Agustus 2011 namun diperpanjang sebanyak tiga kali yaitu pada Desember 2011, Desember 2012 dan Juni 2013.


3. Dipermainkan Hukum?


klik77.com - Setelah menerima hukuman, Satinah meminta perlindungan ke kantor KBRI di Arab Saudi. Dengan bantuan Gubernur kota Gaseem, akhirnya dicapai kesepakatan pemaafan dengan membayar uang Diyat sebesar SAR 500 ribu atau sekitar 1,5 miliar rupiah sebagai pengganti hukuman Qishash.

Namun rupanya pihak keluarga korban di Arab kemudian menaikkan besaran uang Diyat itu menjadi SAR 10 juta atau mencapai 30 miliar rupiah sehingga kasus Satinah ini terendus pula oleh pemerintah di Indonesia dan dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri.


4. Dipenjara Tetap Bekerja


klik77.com - Kini hampir tujuh tahun sudah Satinah mendekam di penjara wilayah Al Gaseem, Arab Saudi. Keluarganya di Indonesia pun sempat berkunjung ke sana dan bertutur bahwa Satinah tetap sehat dan pasrah. Melalui keluarganya, Satinah mengakui jika dia bersalah dan siap melakukan hukuman pancung. Bahkan selama di penjara Satinah mendapat perlakuan baik, seperti dilansir Kompas.

Satinah rupanya membuat kerajinan tangan berupa tasbih dan tas yang menghasilkan uang mencapai SAR 150 atau sekitar 450 ribu rupiah. Sepertinya bagi Satinah, dia ingin menjalani kehidupan dengan tetap optimis.


5. Tarik Ulur Soal Penebusan

klik77.com - Menurut pengadilan Gaseem, pihak keluarga korban Nura al-Gharib memberikan tenggat waktu bagi Satinah pada 14 Desember 2012 untuk membayar uang Diyat. Sebelumnya pihak ahli waris Nura memang mematok uang tebusan mencapai SAR 10 juta (sekitar 30 miliar rupiah) yang kemudian diturunkan menjadi SAR 7 juta (Rp 21 miliaran) karena menilai pembunuhan Satinah adalah spontan.

Meskipun begitu dilansir Merdeka, pemerintah melalui Satgas pelindungan TKI menahan nilai uang tebusan di angka SAR 4 juta (sekitar Rp 12,1 miliaran).


6. Eksekusi 3 April 2014


klik77.com - Sepertinya kisah miris Satinah memang begitu mengiris hati. Setelah pihak keluarga korban menolak uang ganti rugi SAR 4 juta (Rp 12,1 miliar) pada Februari silam, maka kini Satinah seakan menunggu waktu menuju hari eksekusi dirinya oleh algojo pengadilan Arab. Beruntung bagi Satinah, pemerintah Arab Saudi masih memberikan waktu sekitar dua bulan.

Meskipun begitu seperti dilansir Kompas, jika dua bulan tidak ada kesepakatan soal uang Diyat yang dipatok keluarga sebesar SAR 7 juta (Rp 21,3 miliaran) maka Satinah akan dihukum mati pada 3 April 2014.


7. Surat Untuk Majikan Satinah

klik77.com - Upaya tanpa menyerah terus dilakukan demi membebaskan Satinah binti Jumadi (41) dari ancaman hukuman pancung. Dilansir BBC Indonesia, selain berdoa, anak Satinah yakni Nur Afriana (20) menulis sebuah surat yang ditulis dalam bahasa Indonesia untuk diberikan kepada keluarga korban Nura al Gharib, majikan yang dibunuh Satinah.

Dalam surat itu, Nur menceritakan perasaan hatinya yang sangat merindukan ibunya. Di mana dia bercerita soal masa kecilnya yang ditinggal kedua orangtuanya yang merantau. Betapa Nur sangat berharap bisa dipertemukan lagi dengan ibunya. 


8. Bantuan Negeri Lain

klik77.com - Kisah eksekusi Satinah sepertinya menggugah hati banyak pihak. Tak hanya pemerintah Indonesia melakukan upaya Diyat yang berhenti di angka SAR 4 juta (Rp 12,1 miliar) dan negosiasi dengan keluarga korban Nura al Gharib, Satinah mendapatkan bantuan dari negeri lain, seperti dilansir Kompas.

Disebutkan ada seorang pangeran yang merupakan anggota keluarga kerajaan Saudi Arabia yakni Pangeran Turki bin Abdullah yang membantu upaya pembebasan Satinah. Bahkan lembaga Lajnah Al Afwu Islah Dathil Bain yang berupaya perdamaian di provinsi Gaseem terus memberikan usaha maksimal. Dua pihak itu disebut-sebut terus membantu memberikan donasi dalam membayar uang Diyat guna menghindarkan Satinah dari hukum pancung 3 April 2014 nanti.


9. Koin Untuk Satinah


klik77.com - Semakin dekatnya waktu tersisa bagi Satinah sebelum hukum pancung dilaksanakan memang semakin banyak pihak yang melakukan upaya dari berbagai hal. Jika pemerintah berhenti di kisaran Rp 12 miliar dan keluarga korban meminta Rp 21,3 miliar sepertinya mereka yang tergerak hatinya melakukan hal-hal lain dengan swasembada.

Salah satunya adalah rekening yang dibuka Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah. Lalu para musisi yang gencar dilakukan oleh Melanie Subono melalui petisi dan ajakan membuat video di blog pribadinya. Melalui kasus Satinah, semoga Indonesia bisa lebih baik lagi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar